foto-profil
SELAMAT DATANG DI WEBSITE SDN 1 CIRANGKONG

MAKAN BERSAMA, MEMPERKUAT NILAI KEKELUARGAAN

"Kehidupan itu sendiri bukan hanya penuh dengan sukacita dan kehangatan dan kenyamanan melainkan juga dengan dukacita dan air mata. Namun, tidak soal kita bahagia atau sedih, kita perlu makan. Orang yang bahagia maupun yang sedih bisa dibuat gembira dengan hidangan yang lezat"

LATIHAN DRUM BAND

Drum Band salah satu Ekstra Kurikuler yang ada di SDN 1 Cirangkong.

PERSIAPAN PERINGATAN PHBI

Tampak seluruh siswa SDN 1 Cirangkong bersiap menuju lapangan upacara peringatan Hari Kemerdekaan RI.

PAWAI KELILING PERINGATAN HUT RI

Pawai dipimpin langsung oleh Kepala Sekolah SDN 1 Cirangkong Sobariah, S.Pd.

TERUSLAH BERLATIH

Tak ada yang sulit jika kita rajin berlatih.

Jumat, 09 Maret 2018

Dongeng Lutung Kasarung

Assalamualaikum WR.Wb.
Sampurasun ….. Kumaha Palawargi daramang ? Nuhun upami damang mah
Wasta Abdi Yuni Fauziah, bade ngadongeng carita Lutung Kasarung.
Girang pangajen anu ku sim kuring dipihormat, bapa, Ibu, oge rerencaangan anu dimulyakeun. Kumaha bade ngadarangukeun ….?? Keprok heula atuh ameh teu tiiseun !
Kieu dongengna teh
Baheula di tatar pasundan aya hiji kerajaan anu dipimpin ku hiji raja jenenganana Prabu Tapak Agung, raja adil tur wijaksana. Anjeuna ngagaduhan 2 putra, mung istri hungkul, nu kahiji Purbararang, nu kadua mah Purbasari.
Tapi hanjakal eta raja teh tos sepuh kacida, anjeuna tos teu kiat mimpin karajaan. Nya ngutus we putrana nu kadua nyaeta Purbasari pikeun mimpin karajaan.
Purbararang ngarasa sirik, tapi anjeuna teu ningalikeun kakeuheulna ka adina. Kalah menta tulung ka nini sihir, yen Purbsari sina jadi rodek awakna. Kacaritakeun Purbasari ngarasa aneh, awakna jadi totol-totol harideung. Saatos kitu, purbararang nyarios di kerajaan.
“Moal enya Ratu awakna pikagilaeun, jaba pinuh ku rodek, Patih.. patih kadieu..! tingali ratu kitu, piceun purbasari ka leuweung, teu pantes aya di karaton” tapi ari ka Purbasari mah manehna mapatahan, kieu pokna “Purbasari anjeun sing tabah, urang nuju diuji ku Gusti Alloh, wayahna anjeun kudu ngungsi heula ka leuweung.
“Hatur nuhun raka purbararang” ceuk Purbasari bari ceurik
    Aduh gusti anu maha suci
    Sim abdi rumaos
    Matak abdi diusir ka leuweung
    Rehna abdi, awak jadi kieu
    Yuhunkeun pitulung
    Abdi ka hyang Agung
Kacaritakeun Purbasari di leuweungna , aya nu nyaaheun nyaeta hiji lutung nu kacida hideungna namina Lutung Kasarung, malihan mah saatos patepang sareng Purbasari terus nyobat, lutung eta teh tiasa nyieun hiji talaga alit, buktos yen eta lutung sanes lutung samanea.  Teras Purbasari dipiwarang ancrub kana eta talaga,  Aneh.. saparantos Pubasari mandi dina eta talaga, totol-totol hideung nu aya dina sakujur awakna ngaleungit, jangelek   jadi geulis deui sapertos kapungkur, lutung nu hideung oge jangelek wae jadi hiji jajaka anu kacida kasepna.
Kacarioskeun dina hiji kasempetan Purbararang jorojoy aya niat bade ngalayad ka Purbasari. Sadugina kaleuweung, Purbararang kacida hookeunana “Ke.. Naha Purbasari mani geulis jeng dibarengan ku jajaka nu kasep deuih”
Kacarioskeun Purbararang ahirna ngaku kana kasalahanana, anjeuna langsung nyuuh menta panghampura ka Purbasari sangkan teu dihukum. “ Purbasari hapunten raka tos hianat ka anjeun, sakali deui hapunten raka, ayeuna karajaaan pek cepeng ku anjeun”
Ahirna karajaan dipimpin deui ku purbasari sareng Lutung Kasarung.
Tah kitu caritana lalakon Lutung Kasarung
Kasimpulanana tina carita nembe urang dicandak hikmahna anu kalintang ageungna, yen kalakuan syirik teh teu aya manfaatna.
Sakitu anu kapihatur
Wassalamualaikum WR.WB.

PUISI-PUISI FLS2N 2018

IBU
(Mustofa Bisri)

Kaulah gua
teduh

tempatku bertapa bersamamu
Sekian lama
Kaulah kawah
dari mana aku meluncur dengan perkasa
Kaulah bumi
yang tergelar lembut bagiku
melepas lelah dan nestapa
gunung yang menjaga mimpiku
siang dan malam
mata air yang tak brenti mengalir
membasahi dahagaku
telaga tempatku bermain
berenang dan menyelam
Kaulah, ibu, laut dan langit
yang menjaga lurus horisonku

Kaulah, ibu, mentari dan rembulan
yang mengawal perjalananku
mencari jejak sorga
di telapak kakimu

(Tuhan,
aku bersaksi
ibuku telah melaksanakan amanatMu
menyampaikan kasihsayangMu
maka kasihilah ibuku

seperti Kau mengasihi
kekasih-kekasihMu
Amin).
1414 H

Monginsidi
(Subagio Sastrowardoyo)

Aku adalah dia yang dibesarkan dengan dongeng di dada bunda
Aku adalah dia yang takut gerak bayang di malam gelam
Aku adalah dia yang meniru bapak mengisap pipa dekat meja
Aku adalah dia yang mengangankan jadi seniman melukis keindahan
AKu adalah dia yang menangis terharu mendengar lagu merdeka
Aku adalah dia yang turut dengan barisan pemberontak ke garis pertempuran
Aku adalah dia yang memimpin pasukan gerilya membebaskan kota
AKu adalah dia yang disanjung kawan sebagai pahlawan bangsa
Aku adalah dia yang terperangkap siasat musuh karena pengkianatan
Aku adalah dia yang digiring sebagai hewan di muka regu eksekusi
Aku adalah dia yang berteriak 'merdeka' sbelum ditembak mati
Aku adalah dia, ingat, aku adalah dia

(Dari Budaja Djaja No. 23, April 1970)

















Sersan Nurcholis
(Taufiq Ismail)

Seorang Sersan
Kakinya hilang
Sepuluh tahun yang lalu

Setiap siang
Terdengar siulnya
Di bengkel arloji

Sekali datang
Teman-temannya
Sudah orang resmi

Dengan senyum ditolaknya
Kartu anggota
Bekas pejuang

Sersan Nurcholis
Kakinya hilang
Di jaman Revolusi

Setiap siang
Terdengar siulnya
Di bengkel arloji

(1958)                                   


Nyanyian Kemerdekaan
(Ahmadun Yosiherfanda)

NYANYIAN KEBANGKITAN
Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan
Di antara pahit-manisnya isi dunia
Akankah kau biarkan aku duduk berduka
Memandang saudaraku, bunda pertiwiku
Dipasung orang asing itu?
Mulutnya yang kelu
Tak mampu lagi menyebut namamu
Berabad-abad aku terlelap
Bagai laut kehilangan ombak
Atau burung-burung yang semula
Bebas di hutannya
Digiring ke sangkar-sangkar
Yang terkunci pintu-pintunya
Tak lagi bebas mengucapkan kicaunya
Berikan suaramu, kemerdekaan
Darah dan degup jantungmu
Hanya kau yang kupilih
Di antara pahit-manisnya isi dunia
Orang asing itu berabad-abad
Memujamu di negerinya
Sementara di negeriku
Ia berikan belenggu-belenggu
Maka bangkitlah Sutomo
Bangkitlah Wahidin Sudirohusodo
Bangkitlah Ki Hajar Dewantoro
Bangkitlah semua dada yang terluka
“Bergenggam tanganlah dengan saudaramu
Eratkan genggaman itu atas namaku
Kekuatanku akan memancar dari genggaman itu.”
Suaramu sayup di udara
Membangunkanku
Dari mimpi siang yang celaka
Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan
Di antara pahit-manisnya isi dunia
Berikan degup jantungmu
Otot-otot dan derap langkahmu
Biar kuterjang pintu-pintu terkunci itu
Atau mendobraknya atas namamu
Terlalu pengap udara yang tak bertiup
Dari rahimmu, kemerdekaan
Jantungku hampir tumpas
Karena racunnya
Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan
Di antara pahit-manisnya isi dunia!
(Matahari yang kita tunggu
Akankah bersinar juga
Di langit kita?).                Mei 1985/2008.           
Selamat Pagi Indonesia
( Sapardi Djoko Damono )
Selamat pagi, Indonesia, seekor burung mungil mengangguk
dan menyanyi kecil buatmu.
aku pun sudah selesai, tinggal mengenakan sepatu,
dan kemudian pergi untuk mewujudkan setiaku padamu dalam
kerja yang sederhana;
bibirku tak biasa mengucapkan kata-kata yang sukar dan
tanganku terlalu kurus untuk mengacu terkepal.
selalu kujumpai kau di wajah anak-anak sekolah,
di mata para perempuan yang sabar,
di telapak tangan yang membatu para pekerja jalanan;
kami telah bersahabat dengan kenyataan
untuk diam-diam mencintaimu.
pada suatu hari tentu kukerjakan sesuatu
agar tak sia-sia kau melahirkanku.
seekor ayam jantan menegak, dan menjeritkan salam
padamu, kubayangkan sehelai bendera berkibar di sayapnya.
aku pun pergi bekerja, menaklukan kejemuan,
merubuhkan kesangsian,
dan menyusun batu-demi batu ketabahan, benteng
kemerdekaanmu pada setiap matahari terbit, o anak jaman
yang megah,
biarkan aku memandang ke Timur untuk mengenangmu
wajah-wajah yang penuh anak-anak sekolah berkilat,
para perepuan menyalakan api,
dan di telapak tangan para lelaki yang tabah
telah hancur kristal-kristal dusta, khianat dan pura-pura.
Selamat pagi, Indonesia, seekor burung kecil
memberi salam kepada si anak kecil;
terasa benar : aku tak lain milikmu..
Basis
Thn. XV – 4
Januari 1965


Pahlawan Tak Dikenal
(Toto Sudarto Bachtiar)

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang

Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapang
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang

wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu
Dia masih sangat muda

Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata : aku sangat muda.






SAJAK BAGI NEGARAKU
( Kriapur )

di tubuh semesta tercinta
buku-buku negeriku tersimpan
setiap gunung-gunung dan batunya
padang-padang dan hutan
semua punya suara
semua terhampar biru di bawah langitnya
tapi hujan selalu tertahan dalam topan
hingga binatang-binatang liar
mengembara dan terjaga di setiap tikungan
kota-kota
di antara gebalau dan keramaian tak bertuan
pada hari-hari sebelum catatan akhir
musim telah merontokkan daun-daun
semua akan menangis
semua akan menangis
laut akan berteriak dengan gemuruhnya
rumput akan mencambuk dengan desaunya
siang akan meledak dengan mataharinya
dan musim-musim dari kuburan
akan bangkit
semua akan bersujud
berhenti untuk keheningan

pada yang bernama keheningan
semua akan berlabuh
bangsaku, bangsa dari segala bangsa
rakyatku siap dengan tombaknya
siap dengan kapaknya
bayi-bayi memiliki pisau di mulut
tapi aku hanya siap dengan puisi
dengan puisi bulan terguncang
menetes darah hitam dari luka lama
Solo, 1983

Kemerdekaan 17 agustus
(yudhistira ardi)

Hari dimana pahlawan membacakan proklamasi
Hari dimana Indonesia ku merdeka
Dan hari dimana Indonesia terlahir sebagai Indonesia
Bukan sebagai budak
Bukan sebagai pekerja
Bukan sebagai pengunjung
Tapi sebagai Indonesia yang sebenarnya